(1) Menjejak Mataram Islam: Kotagedhe

Bismillaahirrahmaanirrahiim.

7 Juni 2021

Salah satu rencana ke Yogyakarta tempo hari lalu, adalah mengunjungi situs Keraton Mataram Islam. Seperti biasa, sebelum sampai di Yogya, tentunya mencari tahu dulu keberadaan situs tersebut. Apa hendak dikata, ternyata tidak ada sesuatu apapun yang memberikan informasi terkait semisal jam berapa dibukanya situs tersebut – sebagaimana cagar budaya dijaga, dirawat, dan dikelola peninggalannya oleh pemerintah daerah.

Kotagedhe, lokasi keberadaan Keraton Mataram Islam, sudah kukenal lama sejak kedatangan pertama kali ke Yogya bersama bapak, ibu dan adik-adik saat aku SMA hingga menikah punya 3 anak (sekarang mah anak 4). Tahunya sejak dulu itu, sepanjang jalan kanan kirinya berjejer toko-toko yang menjual kerajian perak dan cokelat. Seingatku seperti itu. Jadi ketika saat ini tahu bahwa lokasi Kesultanan Mataram Islam di Kotagedhe, perasaanku tidak tergambarkan. Pasalnya, setiap ke Yogya, pasti datang ke Kotagedhe. Dan biasanya aku selalu mempertanyakan mengapa ada tempat-tempat tertentu yang selalu didatangi berulang kali dan menjadi suatu ‘kesan’ tersendiri di hati.

Kami menginap di sebuah hotel dekat Malioboro.

Hotel tempat menginap. Koleksi Pribadi.

Dengan cuma memiliki waktu dua hari di Yogya, pemilihan menginap di Malioboro merupakan alasan agar bisa ngubeg-ngubeg sederetan kios buku di Taman Pintar seharian, mengunjungi Museum apa lah di sana – aku lupa – yang ternyata, malah datangnya ke Ullen Sentalu di Kaliurang yang mahal itu.

Pembelian tiket Museum Ullen Sentalu. Koleksi Pribadi.
Koleksi Pribadi.

Disebut mahal, karena tidak memberikan apa-apa yang menurutku harusnya diberikan. Tampaknya, hanya sekedar membesar-besarkan pemilik museum itu saja, yang merupakan salah seorang puteri keturunan Kesultanan Mataram Islam. Ke kios buku malahan baru sempat besoknya, sekalian pulang menuju Bandung. Bisa kalian bayangkan bagaimana tidak enaknya memburu buku di tengah-tengah kecepatan waktu yang malah memburu kita?

Sumber: https://www.joglowisata.com/surga-belanja-di-jogja-kemahiran-menawarmu-diuji.htm/shopping-buku-jogja, diakses pada 4 Maret 2022.

Baiklah, kembali kepada kisah pencari situs Keraton Mataram Islam.

Dicari di internet tidak ditemukan, maka nekad saja langsung mendatangi Kotagedhe dengan niat langsung bertanya kepada penduduk setempat. Bagiku yang biasa bertanya manual semacam itu daripada pakai Waze atau Google Map, hal itu tidak menjadi masalah, melainkan andalan. Kami mampir dulu dengan tidak sengaja untuk sarapan yang sudah agak telat itu. Ketemu sebuah warung Spesial Sop & SGPC yang menyuguhkan menu sop (daging, buntut, iga), pecel, dan iga bakar plus minuman seperti air jeruk, teh, dan susu. Pilihan sih pada Sop atau pecel yang enak untuk sarapan. Murahnya pake kebangetan, ditambah lagi ada wifi-nya.

Koleksi Pribadi.

Pak Warung ditanyakan tentang lokasi Keraton Mataram Islam, dan dijawabnya dengan sangat jelas. Sudah dekat dari lokasi kami. Oh iya, beruntung juga menginap dekat Maliobro, karena Kecamatan Kotagedhe dekat dari penginapan kami.

Memasuki Kotagedhe, aku bertanya lagi kepada penduduk setempat. Dijawab, bahwa peninggalan keraton, satu-satunya ya satu batu yang berada dalam sebuah bangunan kecil yang terletak di tengah-tengah jalan. Pohon beringin besar terletak di dekatnya, yang sekarang daerah kosong tidak terlalu besar di sebelahnya dijadikan sebagai tempat parkir. Namun, sebelum sampai pada tempat yang dimaksud, ternyata akan melewati kompleks makam-makam raja Mataram Islam.

Sudah bahagia saja karena yang terbayang adalah salah satu makamnya Sultan Agung Hanyakrokusumo (1593 – 1645), tetapi ternyata ia dimakamkan di Imogiri. Makam yang ada di Kotagedhe ini adalah makam Senopati, ayahnya Sultan Agung.

Mobil memasuki tempat parkir yang tidak begitu besar untuk ukuran cukup banyaknya pengunjung, sehingga harus mengantri sebentar menunggu mobil lainnya keluar.

Untuk menuju kompleks pemakaman, kami harus melewati jalanan yang kanan kirinya terdapat rumah penduduk dan beberapa kios yang menjual sesuatu — apa itu aku lupa, tapi bukan sesuatu souvenir. Tampaknya makanan minuman kemasan.

Koleksi Pribadi.

Sebelum memasuki kompleks pemakaman, kami memasuki sebuah gapura khas Candi Bajang Ratu dengan tipe Paduraksa, yaitu gapura yang memiliki atap.

Koleksi Pribadi.

Di dalam bangunan gapura, terdapat pagar tembok.

Koleksi Pribadi.

Pada tiap kepalanya, memiliki 3×7 undakan. Barangkali, angka tiga itu melambangkan tiga landasan manusia dalam beragama: Islam, Iman, dan Ihsan, sedangkan angka tujuh melambangkan tujuh petala langit (as-Samawaati) sebagai simbol dari tujuh lapis hati dan ‘aql jiwa manusia, yang harus kita capai bertahap demi sebenar mengenal Kehendak-Nya sebagaimana dalam hadits Nabi saw. yang mahsyur di kalangan para Sufi mancanegara hingga Nusantara: “Man ‘arofa Nafsahu faqod ‘arofa Rabbahu.” Barangsiapa Mengenal Jiwa-nya, maka akan Mengenal Tuhan-nya. Pada temboknya, terdapat gambar Murwakala, seperti gambar yang juga biasa terdapat pada atas pintu candi.

Murwakala. Koleksi Pribadi.

Meruwat murwakala, selama ini diyakini masyarakat sebagai membersihkan segala bentuk kekotoran hingga kembali menjadi bersih atau suci. Ketika diletakkan di atas gerbang candi, yang kepikiran olehku adalah, agar memasukinya dengan membersihkan hati dan jiwa. Dikarenakan murwa sama artinya dengan purwa, yaitu awal atau permulaan, sedangkan kala artinya waktu, barangkali juga artinya adalah agar selalu ingat dengan waktu permulaan ketika kita diberitahu Tuhan apa yang menjadi tujuan dari penciptaan kita diletakkan di semesta ini. Jika disambungkan dengan hadits Man ‘arofa Nafsahu faqod ‘arofa Rabbahu, itu berarti yang perlu kita lakukan adalah mengenal jiwa dengan taubatan nashuha, melakukan tadzkiyatun nafs. Setelah itu, barulah kita mengetahui tujuan penciptaan kita.

Begitu melewati tembok tersebut, langsung di depannya disambut oleh bangunan Masjid Gedhe Mataram yang dibangun oleh Sultan Agung pada tahun 1640, sebagai raja Mataram Islam yang keempat. Masjid Gedhe Mataram ini merupakan masjid tertua di Yogyakarta yang dibangun bergotong royong dengan masyarakat sekitar yang umumnya masih memeluk agama Hindu dan Buddha.

Koleksi Pribadi.
Koleksi Pribadi.

Di sebelah kiri teras terdapat kolam ikan berair jernih.

Koleksi Pribadi.

Pada halaman depannya, terdapat tugu yang pada kepalanya terdapat simbol ketujuhan, ditambah dengan simbol Surya Majapahit.

Koleksi Pribadi.

Di sisi selatan masjid, terdapat gerbang masuk ke kompleks makam para raja Mataram Islam.

Gerbang pertama memasuki areal makam. Koleksi Pribadi.

Makam raja ini menjadi bukti Kerajaan Mataram di Kotagedhe yang hingga kini lokasi pastinya belum ditemukan. Para raja Mataram Islam yang dimakamkan di sini, seperti Sultan Danang Sutawijaya atau Panembahan Senopati sebagai raja Mataram Islam pertama. Juga terdapat makam ayah dari Panembahan Senopati yang merupakan Raja Pajang, Sultan Hadiwijaya atau terkenal dengan nama Joko Tingkir. Raja Mataram kedua, Panembahan Hanyakrawati, juga dimakamkan di sini, begitu juga Raja Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono II.

Koleksi Pribadi.
Koleksi Pribadi.

Selain itu, pada sebelah kanan jalan, terdapat bangsal untuk putri dan sebelah kiri bangsal untuk putra.

Bangsal Putri. Koleksi Pribadi.
Bangsal Putri. Koleksi Pribadi.

Saya hanya berani memotret bangsal untuk putri, karena sedang tidak ada orang di sana. Saat itu memang sedang ada acara petretan semacam pre-wedding tampaknya, dan orang orang berkumpul, baik laki-laki maupun perempuan, di bangsal laki-laki.

Peziarah yang datang umumnya melakukan tahlilan. Pada hari Kamis Pahing dan Jumat Pon malam peziarah dari berbagai tempat berkunjung untuk mengikuti tahlilan.

Kompleks pemakaman para keturunan Mataram Islam lainnya, terdapat tak jauh dari sana.

Kompleks pemakaman keturunan Raja Mataram yang sudah garis jauh. Koleksi Pribadi.
Daftar nama almarhum/ ah yang dimakamkan. Koleksi Pribadi.

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s