Babad Cerbon (2)

(II) Genealogi Naskah-Naskah Babad Cerbon

Gambar berikut tidak memiliki atribut alt; nama berkasnya adalah image-28.png

Hikayat Lembu Mangkurat sendiri, nanti disebut di dalam naskah Bali. Lembu Mangkurat merupakan muridnya Sunan Giri. Hal ini berarti, bahwa sanadnya dari Banjar, bukan dari Cirebon dan Demak, tapi dari Giri. Sumbernya yaitu naskah Bali, yang menyebut selain jaringan Banjar, juga Giri. Namun, yang memberikan bukti validitas hubungan guru-murid adalah naskah Bali. Naskah tersebut merupakan versi tahun 1816, yang disalin atas permintaan Raffles dari babon sebelumnya. Kemudian dibawa Raffles dan disimpan di Leiden. Namun, ada studi yang menyatakan, bahwa naskah tersebut diperkirakan ditulis pada abad ke-17. Naskah ini mengutip satu cerita lama tentang Islamisasi di Jawa. Bahasa model Banjar menghimpun banyak logat: Melayu, Jawa, Dayak, Bugis, dan Kutai.

Bukti yang menyatakan bahwa naskah di atas tua, yaitu ada penyebutan Raja Bungsu, dan namanya tersebar di mana-mana.

Siapa sebenarnya Raja Bungsu ini? Ternyata, naskah tua bersanad Mawlana Hasanuddin, Raja Bungsu dilekatkan kepada Sunan Ampel.

Awasta Syekh Raja Bungsu inggih puniko ingkang jujuluk Pangeran Ampel Denta.

Penyebutan Pangeran Ampel Denta – kalau mau tahu naskah itu tua (abad ke-16-17), maka bisa dilihat dari penyebutan yang dipakai untuk “wali”, yaitu semisal “pangeran”, bukan “sunan”.

Naskah asli/ babon Hikayat Banjar ditulis sekitar abad ke-17. Lalu naskah abad ke-17 ini mengutip suatu teks tua — berarti dari abad sebelumnya. Pada abad ke-16, ada naskah menyebut nama Raja Bungsu. Ada naskah lain yang seangkatan dengan Mawlana Hasanuddin, juga menyebut nama Raja Bungsu. Kalau kita hanya terpaku pada satu naskah saja, maka kita tidak akan menemukan jejaring semacam ini.

Ada satu lagi bukti tentang ketuaan naskah ini, yaitu istilah “pangeran” untuk Ampel Denta.

Satu bukti tentang penggunaan istilah “pangeran” untuk para wali, bukan sunan, juga disebutkan dalam naskah tua Merapi Merbabu. Koleksi Leiden, dari sekitar abad ke 17.

Aksara Gunung/ Budo

Para wali disebut sebagai pangeran. Misal Pangeran Kadilangu untuk Sunan Kalijaga, dll. Aksara gunung model merapi merbabu. Itu aksara Budo, transisi dari Majapahit ke Demak. Orang Budo di Merapi Merbabu belajar kalimat tauhid “Laa ilaha illallaah.”

Naskah Cs 114 Pegon dan Cs 105 Hanacaraka juga tertua, babonnya, karena ada penyebutan istilah “pangeran”. Langsung dari para wali dan jelas sanadnya

Cs 114 Pegon dan Cs 105 Hanacaraka

Gambar berikut tidak memiliki atribut alt; nama berkasnya adalah image-9.png

Naskah-naskah Cerbon (Naskah Y dari Cirebon) banyak dihimpun di PNRI, itu riwayatnya berasal dari diriwayatkan Pangeran Pasarean.

Gambar berikut tidak memiliki atribut alt; nama berkasnya adalah image-52.png
Naskah-naskah Babad Cirebon riwayat dari Pangeran Pasarean. Urutan dari ki-ka: Cs 114, Br 75 a-e, Cs 105, Br 69, Br &5 A-E.

Naskah-naskah tersebut bertebaran di dalam maupun luar keraton, karena waktu itu sempat konflik antara pendukung VOC dengan yang melawan VOC.  Naskah-naskah yang tersebar di luar kertaon, masih menyebut silsilah yang terdapat pada naskah Y Cirebon hingga Pangeran Pasarean, sementara naskah Babad Cerbon Br 107 Pegon tidak menyebutkan silsilah tersebut.

Br 107

Br 75a-c merupakan riwayat dari Penghulu Cirebon, Abdul Kohar, versi yang berasal dari dalam keraton. Penghulu Abdul Kohar hidup sekitar tahun 1820-1840.

Br 75A Pegon

Versi ini merupakan versi yang lebih lengkap menceritakan Sunan Gunung Djati dan para wali melebihi isi yang ada dalam Babad Cerbonnya Banten. Naskahnya terdiri dari 3 jilid, lebih tebal, karena menambah data-data dari Demak, Sunan Kalijaga, Giri, Gresik, dari murid-muridnya Sunan Gunung Djati dan Kalijogo. Sementara versi dari Banten, tidak ada penambahan; hanya ada penambahan untuk nama-nama keturunan Mawlana Hasanuddin sampai di abad ke-17. Babad Cerbon Abdul Kohar bahkan sampai kepada menceritakan Syekh Yusuf al-Makasari. Naskah lain yang menyebutkan Syekh Yusuf al-Makasari adalah Br 69 dan Br 107. Babad Cerbon dari Abdul Kohar yang mengalami penambahan isi, berasal dari riwayat yang sama. Silsilahnya sama dengan yang dari dalam maupun luar keraton. Namun untuk membuktikan ketuaannya berdasarkan bandingan dengan naskah lain, tidak ada, meskipun isinya lebih lengkap.

Br 75a dari Abdul Kohar cerita tentang para guru

Di dalam Babad Cerbon Abdul Kohar, ada cerita tentang gurunya Pangeran Cakrabuwana (Walangsungsang), yang dipanggil oleh Datuk Maghrib agar datang ke Surandil, dan di sana masuk Islam. Pangeran Cakrabuwana merupakan kakak dari ibunya Sunan Gunung Djati, ada di dalam Babad Cerbon Abdul Kohar.

Terdapat tujuh gelombang masuknya Islam ke Nusantara, yang dimulai dari keturunan Rasulullaah saw., Fathimah dan Sayyidina Ali, lalu menurunkan Zaenal Abidin, dst. Masuk ke India, Champa, Aceh, Malaka, lalu sampai ke jawa.

Lihat gambar:

  1. Gelombang Pertama Lihat gambar:

Ibrahim Asmorokandi atau Sayid Zainuddin Ibrahim al-Akbar atau Mawlana Syamsu Tamrisy/ Tabarez/ Tabriz menikah dengan Dewi Hami, yang melahirkan Sunan Ampel.

2. Gelombang kedua

Lihat gambar:

Jatiswara menurunkan Syekh Bentong. Nama Jatiswara juga dapat ditemukan di naskah Bali. Syekh Bentong menurunkan di Karang Gayam (Mataram/ Klaten?)

3. Gelombang Ketiga

Rata-rata basisnya berkumpul di Campa. Lihat gambar:

Pulo Opih merupakan basis kaderisasi para wali, dekat Malaka, Sunan Kalijaga pernah ke sini. Mauwlana Tamim Mawlana mulia merupakan keturunan dari Abu Bakar Shiddiq, memiliki anak bernama Mawlana Idhofi yang nantinya bertempat tinggal di Sailon/ Surandil/ Surandib. Mawlana Idhofi ini yang nantinya mengislamkan Pangeran Cakrabuwana. Hasil dari pernikahan Mawlana Idhofi dengan janda dari Jumadil Awal, Rara Sidekah, menghasilkan anak bernama Syekh Quro, yang nantinya membuat pesantren di Karawang.

4. Gelombang Keempat

Lihat gambar:

5. Gelombang Kelima

Lihat gambar:

Pangeran Panjunan adalah guru dari Sunan Gunung Djati, yang disebut dalam naskah Mawlana Hasanuddin.

6. Gelombang Keenam

Lihat gambar:

Ada Syekh Ibrahim yang di Campa. Berguru di Negara Aceh (Pasai) dari Syekh Hafid, Salah satu guru dari Sunan Gunung Djati, ada di Pasai.

7. Gelonbang Ketujuh

Lihat gambar:

Tujuh gelombang para wali, secara tidak langsung pernah diramalkan dalam Hikayat Pasai, “Wali terbanyak ada di Pasai.”

“Maka diceritakan oleh orang yang empunya ceritera; sekali peristiwa pada zaman Nabi Muhammad Rasulullaah shollallahualaihiwasallam tatkala lagi hayat hadirat yang mulia itu. Maka bersabda ia pada sahabat bagindah di Mekah. Demikian sabda bagindah: bahwa ada sepeninggalku wafat itu ada sebuah negeri di Bawah Angin. Samudra Namanya. Apabila ada didengar khabar negeri itu, maka kamu suruh sebuah kapal membawa perkakas alat kerajaan dan kamu bawah ia orang dalam negeri itu masuk agama Islam serta mengucap dua kalimah syahadar. Syahdan lagi akan dijadikan Allah SWT. Dalam negeri itu terbanyak dari segala waliyullaah jadi dalam negeri itu. Adapun pertama ada seorang fakir di Negeri Mengiri, Namanya yaitulah kamu bawa serta kamu ke Negeri Samudra.”

Halaman pada Leiden digital: 52 v.
Halaman pada PDF: h. 103 akhir.
Halaman pada Leiden digital: 53 r.
Halaman pada PDF: 104 awal

Pasai tempat berkumpulnya para wali dalam dan luar negeri, baik yang jadi guru maupun murid. Para murid, termasuk wali songo. Hebatnya Pasai. Islam kita diramu di sana, digodok oleh yang memang ahlinya. Linuwih. Para wali menyebut diri mereka angajawi (hamba wong jawi), karena memang benar-benar matang mengangkat kenusantaraan. Tidak sekedar menumpang, apalagi karbitan, sebagai anak kos-kosan di Indonesia. Mereka memang berkontribusi untuk Indonesia.

Pegon benar-benar merupakan karya wali, kalau hanacaraka tinggal diadaptasikan ke dalam sistem penulisannya, misalnya bagaimana membunyikan ‘ain, hamzah, seperti kata ma’rifat, kanasta’in, syari’at, dll, aksara murdha, aksara rekan, dirga, mad thabi’i, dst tinggal menambah saja pada Hanacaraka. Aksara Gunung merupakan salah satu contohnya juga, dipergunakan oleh para wali yang dilakukan oleh orang-orang Budo di pegunungan Merapi Merbabu. Mereka juga mengaji Pegon, ilmunya Giri, tetapi kebanyakan tidak datang ke Cirebon, tetapi ke Giri.

Satu Pegon adalah satu jaringan: Melayu Pasai dan Banjar, Bali dan Gresik. Setelah Babad Cerbon, yang perlu lagi dibaca untuk melihat genealogi, jaringan wali Nusantara, adalah naskah Babad Tanah Jawi, lalu Babad Tanah Gresik.

Naskah Babad Gresik

Pada naskah Babad Gresik, terdapat tahun-tahun peristiwanya, sehingga bisa diidentifikasi kronologisnya, sementara Babad Cerbon selain yang dari Mawlana Hasanuddin, tidak ada.

Genealogi naskah Sadjarah ing Wali (#sedang dicari dulu naskahnya) sampai pada masuknya Islam di Tanah Pasundan.

Naskah bisa didonlot di sini:
1. Sila lihat pada Bagian I Babad Cerbon
https://wordpress.com/post/dwiafrianti.home.blog/207

2. Naskah-naskah Babad Cerbon riwayat dari Pangeran Pasarean

https://khastara.perpusnas.go.id/landing/search?q=babad+cerbon&f=title&fq=-1&layout=grid&__g0cwswk0o0kk0g88o0s44c8gsgwo4ss4s840ko40=84eb0ee0c3f3461f4ff24b42b5b2370b

2. Hikayat Raja-raja Banjar dan Lembu Mangkurat

http://www.bl.uk/manuscripts/Viewer.aspx?ref=add_ms_12392_fs001r

Iklan
Kategori:

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s